Laporan Analisa Vitamin C

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Vitamin C atau asam askorbat adalah komponen berharga dalam makanan karena berguna sebagai antioksidan dan mengandung khasiat pengobatan (Sandra G.,1995). Vitamin C mudah diabsorpsi secara aktif, tubuh dapat menyimpan hingga 1500 mg vitamin C bila di konsumsi mencapai 100 mg sehari. Jumlah ini dapat mencegah terjadinya skorbut selama tiga bulan. Tanda-tanda skorbut akan terjadi bila persediaan di dalam tubuh tinggal 300 mg. Konsumsi melebihi taraf  kejenuhan akan dikeluarkan melalui urin ( Almatsier., 2001).
Vitamin C pada umumnya hanya terdapat di dalam pangan nabati, yaitu sayur dan buah seperti jeruk, nenas, rambutan, papaya, gandaria, tomat, dan bawang putih (Allium sativumL) (Almatsier., 2001). Peranan utama vitamin C adalah dalam pembentukan kolagen interseluler.Kolagen merupakan senyawa protein yang banyak terdapat dalam tulang rawan, kulit bagian dalam tulang, dentin, dan vasculair endothelium. Asam askorbat sangat penting peranannya dalam proses hidroksilasi dua asam amino prolin dan lisin menjadi hidroksi prolin dan hidroksilisin.Penetapan kadar Vitamin C dalam suasana asam akan mereduksi larutan dye membentuk larutan yang tidak berwarna. Apabila semua asam askorbat sudah mereduksi larutan dye sedikit saja akan terlihat dengan terjadinya perubahan warna (merah jambu).
Terdapat beberapa metode untuk mengetahui kadar vitamin C pada suatu bahan pangan. Diantaranya adalah metode titrasi dan metode spektrofotometri. Namun, pada praktikum kali ini, metode yang digunakan adalah metode titrasai iodin.
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui analisis kadar vitamin pada bahan pangan dan hasil pertanian.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Vitamin C
2.1.1 Definisi Vitamin C
          Vitamin C adalah vitamin yang tergolong vitamin yang larut dalam air. Sumber Vitamin C sebagian besar tergolong dari sayur-sayuran dan buah-buahan terutama buah-buahan segar. Asupan gizi rata-rata sehari sekitar 30 sampai 100 mg vitamin C yang dianjurkan untuk orang dewasa. Namun, terdapat variasi kebutuhan dalam individu yang berbeda (Sweetman, 2005).
Asam askorbat (vitamin C) adalah turunan heksosa dan diklasifikasikan sebagai karbohidrat yang erat kaitannya dengan monosakarida. Vitamin C dapat disintesis dari D-glukosa dan D-galaktosa dalam tumbuh-tumbuhan dan sebagian besar hewan. Vitamin C terdapat dalam dua bentuk di alam, yaitu L-asam askorbat (bentuk tereduksi) dan L-asam dehidro askorbat (bentuk teroksidasi). Oksidasi bolak-balik L-asam askorbat menjadi L-asam dehidro askorbat terjadi apabila bersentuhan dengan tembaga, panas, atau alkali (Akhilender, 2003).

2.1.2 Kegunaan Vitamin C Bagi Tubuh dan Makanan
Vitamin C mempunyai banyak fungsi di dalam tubuh. Pertama, fungsi vitamin C adalah sebagai sintesis kolagen. Karena vitamin C mempunyai kaitan yang sangat penting dalam pembentukan kolagen. Karena vitamin C diperlukan untuk hidroksilasi prolin dan lisin menjadi hidroksiprolin yang merupakan bahan penting dalam pembentukan kolagen. Kolagen merupakan senyawa protein yang mempengaruhi integritas struktur sel di semua jaringan ikat, seperti pada tulang rawan, matriks tulang, gigi, membrane kapiler, kulit dan tendon. Dengan demikian maka fungsi vitamin C dalam kehidupan sehari-hari berperan dalam penyembuhan luka, patah tulang, perdarahan di bawah kulit dan perdarahan gusi. Asam askorbat penting untuk mengaktifkan enzim prolil hidroksilase, yang menunjang tahap hidroksilasi dalam pembentukan hidroksipolin, suatu unsure integral kolagen. Tanpa asam askorbat, maka serabut kolagen yang terbentuk di semua jaringan tubuh menjadi cacat dan lemah. Oleh sebab itu, vitamin ini penting untuk pertumbuhan dan kekurangan serabut di jaringan subkutan, kartilago, tulang, dan gigi (Guyton, 2007).
Fungsi yang kedua adalah absorbsi dan metabolisme besi, vitamin C mereduksi besi menjadi feri dan menjadi fero dalam usus halus sehingga mudah untuk diabsorbsi. Vitamin C menghambat pembentukan hemosiderin yang sulit dibebaskan oleh besi apabila diperlukan. Absorbsi besi dalam bentuk nonhem meningkat empat kali lipat apabila terdapat vitamin C. Fungsi yang ketiga adalah mencegah infeksi, Vitamin C berperan dalam meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi. Pauling (1970) pernah mendapat hadiah nobel dengan bukunya Vitamin C and the common cold, di mana pauling mengemukakan bahwa dosis tinggi vitamin C dapat mencegah dan menyembuhkan serangan flu (Pauling, 1970).
Penelitian menunjukkan bahwa vitamin C memegang peranan penting dalam mencegah terjadinya aterosklerosis. Vitamin C mempunyai hubungan dengan metabolisme kolesterol. Kekurangan vitamin C menyebabkan peningkatan sintesis kolesterol. Peran Vitamin C dalam metabolism kolesterol adalah melalui cara: 1) vitamin C meningkatkan laju kolesterol dibuang dalam bentuk asam empedu, 2) vitamin C meningkatkan kadar HDL, tingginya kadar HDL akan menurunkan resiko menderita penyakit aterosklerosis, 3) vitamin C dapat berfungsi sebagai pencahar sehingga dapat meningkatkan pembuangan kotoran dan hal ini akan menurunkan pengabsorbsian kembali asam empedu dan konversinya menjadi kolesterol (Khomsan, 2010).
2.2 Penjelasan bahan baku
2.2.1   Jambu Biji Merah
          Jambu biji merah (Psidium guajava L.) adalah salah satu buah heksotis dan dikenal dengan nama lain sepeti jambu klutuk atau jambu batu. Jambu biji merah termasuk dalam kelompok jambu biji bersama dengan jambu mangkok, jambu paris, dan jambu susu. Jambu biji berbentuk bulat dengan diameter kurang lebih 5 cm dan panjang 4-12 cm. Kulit buah berwarna kuning kehijauan dengan daging buah berwarna merah muda sampai merah (Satuhu dan Sjaifullah, 1994).
          Kandungan gizi dalam 100 gram buah jambu biji merah adalah 36-50 kalori, 77-86 g air, 2,8-5,5 g serat, 0,9-1,0 g protein, 0,1-0,5 g lemak, 0,43-0,7 g abu, 9,5-10 g karbohidrat, 9,1-17 mg kalsium, 17,8-30 mg fosfor, 0,3-0,7 mg besi, 200-400 IU vitamin A, 200-400 mg vitamin C, 0,046 mg vitamin B1, 0,03-0,04 mg vitamin B2, 0,6-1,068 mg vitamin B3 dan 82% bagian yang dimakan (Cahyono, 2010).
2.2.2   Jeruk
Jeruk (Citrus sp) adalah tanaman buah tahunan yang berasal dari Asia. Spiege l-Roy and Goldschmidt (1996) mengatakan bahwa China di percaya sebagai tempat pertama kali jeruk tumbuh. Balai Pelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika (Balitjestro), Badan litbang Pertanian di Malang telah mengumpulkan lebih kurang 160 jenis jeruk yang dieksplorasi mulai dari Sabang sampai Merauke serta beberapa jenis jeruk import. Beberapa jenis jeruk diantaranya adalah jeruk keprok Tejakula, Sipirok, Kacang, Siam Banjar, Siompu, Simadu, Bali Merah, Crifta  01, Jemari Taji, Pamelo Ratu, Raja, Magetan, Sri Nyonya, Nambangan, jeruk manis Pacitan dan lain-lainnya dan dapat tumbuh dan berproduksi di Indonesia mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi, baik dilahan sawah maupun tegalan. Dari semua jenis jeruk tersebut, jeruk siam, jeruk baby, jeruk keprok, jeruk Bali, jeruk nipis dan jeruk purut merupakan jenis jeruk lokal paling banyak dibudidayakan di Indonesia. Sedangkan jeruk yang diintroduksi paling banyak adalah jenis Lemon dan Grapefruit. Sekitar 70-80% pertanaman jeruk di Indonesia adalah jeruk siam, sedangkan jenis jeruk lainnya adalah jeruk keprok, dan pamelo (Badan Litbang Pertanian 2005).
Komposisi Kimia dan Nilai Gizi per 100 gram Sari Buah Jeruk
Komponen
Jumlah
Kalori (kal)
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Vitamin A (SI)
Vitamin B1(mg)
Vitamin C (mg)
Air (g)

44,00
0,80
0,20
11,00
19,00
16,00
190,00
0,08
49,00
87,50


% akg
Lemak total
0 G
0 %
Protein
0 G
3%
Karbohidrat total
8 G
-
Gula
7 G
-
Natrium
15 Mg
1%
Vitamin C
-
25%
Kalsium
-
4%
Sampel
ulangan
Kadar vitamin c (%)
Jeruk buah
1
30,79 %
2
16,71 %
3
15,83 %
4
32,55 %
Rata-rata
SD
RSD
23,97 %
8,92
37,2

  1. Pada saat menjelaskan teori lebih jelas agar praktikan lebih paham
  1. Selesai meggunakan alat laboratorium, segera dicuci dan kembalaik ke tempat semula.

Sumber : Departemen Kesehatan RI (1989)
2.2.3 Tomat
Tomat (Solanum lycopersicum) merupakan salah satu tanaman yang sangat dikenal oleh masyarakat Indonesia. Namun pemanfaatannya hanya sebatas sebagai lalap dan bahan tambahan dalam masakan. Kandungan senyawa dalam buah tomat di antaranya solanin (0,007 %), saponin, asam folat, asam malat, asam sitrat, bioflavonoid (termasuk likopen, α dan ß-karoten), protein, lemak, vitamin, mineral dan histamin (Canene-Adam, dkk., 2004). Tomat mengandung komponen nutrisi terutama kaya akan vitamin dan mineral. Dalam satu buah tomat segar ukuran sedang (100 gram) mengandung sekitar 30 kalori, 40 mg vitamin C, 1500 SI vitamin A, 60 ug tiamin (vitamin B), zat besi, kalsium dan lain-lain (Depkes RI, 1972). Menurut Tonucci et al (1995) komposisi zat gizi yang terkandung di buah tomat cukup lengkap. Vitamin A dan C merupakan zat gizi yang jumlahnya cukup dominan dalam buah tomat. Menurut Jungs and Wells (1997) vitamin C dapat berbentuk sebagai asam L-askorbat dan asam L-dehidroaskorbat yang keduanya mempunyai keaktifan sebagai vitamin C.
Kandungan vitamin C yang cukup tinggi pada tomat berperan untuk mencegah penyakit sariawan, memelihara kesehatan gigi dan gusi, mempercepat sembuhnya luka serta mencegah kerusakan atau pendarahan pada pembuluh darah halus. Senyawa likopen dapat menurunkan risiko terkena kanker, terutama kanker prostat, lambung, tenggorokan dan kanker usus besar. Kandungan asam klorogenat dan asam p-kumarat di dalam tomat mampu melemahkan zat nitrosamin penyebab kanker (Tri Dewanti, 2010)
2.2.4 Marimas
Marimas merupakan produk minuman yang disajikan dalam bentuk instan maupun siap saji. Marimas sekarang sudah mempunyai berbagai macam rasa seperti jeruk, jambu, sirsak, kelapa muda,blueberry dan berbagai jenis buah lainnya. Jumlah persajian pada marimas energi total 30 kkal, energi lemak 0 kkal.

Peran akg berdasarkan kebutuhkan energi 2000 kkl. Kebutuhan energi anda mungkin leih tinggi atau lebih rendah.
2.3 Macam-Macam Analisa Vitamin C
Terdapat beberapa metode untuk mengetahui kadar vitamin C pada suatu bahan pangan yaitu metode titrasi dan metode spektrofotometri.
a. Metode Titrasi
1.  Metode Titrasi 2,6 D (Dichloroindophenol)
            Metode ini menggunakan 2,6 D dan menghasilkan hasil yang lebih spesifik dari titrasi yodium. Pada titrasi ini, persiapan sampel ditambahkan asam oksalat atau asam metafosfat, sehingga mencegah logam katalis lain mengoksidasi vitamin C. Namun, metode ini jarang dilakukan karena harga dari larutan 2,6  dan asam metafosfat sangat mahal (Wijanarko, 2002).
2. Titrasi Asam-Basa
            Titrasi Asam Basa merupakan contoh analisis volumetri, yaitu, suatu cara atau metode, yang menggunakan larutan yang disebut titran dan dilepaskan dari perangkat gelas yang disebut buret. Bila larutan yang diuji bersifat basa maka titran harus bersifat asam dan sebaliknya. Untuk menghitungnya kadar vitamin C dari metode ini adalah dengan mol NaOH = mol asam Askorbat (Sastrohamidjojo, 2005).
3. Iodium
            Metode ini paling banyak digunakan, karena murah, sederhana, dan tidak memerlukan peralatan laboratorium yang canggih. titrasi ini memakai Iodium sebagai oksidator yang mengoksidasi vitamin C dan memakai amilum sebagai indikatornya. (Wijanarko, 2002).
b. Metode Spektrofotometri
            Pada metode ini, larutan sampel (vitamin C) diletakkan pada sebuah kuvet yang disinari oleh cahaya UV dengan panjang gelombang yang sama dengan molekul pada vitamin C yaitu 269 nm. Analisis menggunakan metode ini memiliki hasil yang akurat. Karena alasan biaya, metode ini jarang digunakan (Sudarmaji, 2007).
2.4 Prinsip Analisa Titrasi Iodin
Metode ini paling banyak digunakan, karena murah, sederhana, dan tidak memerlukan peralatan laboratorium yang canggih. titrasi ini memakai Iodium sebagai oksidator yang mengoksidasi vitamin C dan memakai amilum sebagai indikatornya. (Wijanarko, 2002). Metode titrasi iodometri langsung (iodimetri) mengacu kepada titrasi dengan suatu larutan iod standar. Metode titrasi iodometri tak langsung (iodometri) adalah berkenaan dengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia (Bassett, 1994). Larutan standar yang digunakan dalam kebanyakan proses iodometri adalah natrium tiosulfat. Garam ini biasanya berbentuk sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak boleh distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasi dengan standar primer. Larutan natrium thiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama (Day & Underwood, 1981) Tembaga murni dapat digunakan sebagai standar primer untuk natrium thiosulfat dan dianjurkan apabila thiosulfat harus digunakan untuk penentuan tembaga. (Day & Underwood, 1981).
Dalam menggunakan metode iodometrik kita menggunakan indikator kanji dimana warna dari sebuah larutan iodin 0,1 N cukup intens sehingga iodin dapat bertindak sebagai indikator bagi dirinya sendiri. Iodin juga memberikan warna ungu atau violet yang intens untuk zat-zat pelarut seperti karbon tetra korida dan kloroform. Namun demikan larutan dari kanji lebih umum dipergunakan, karena warna biru gelap dari kompleks iodin–kanji bertindak sebagai suatu tes yang amat sensitiv untuk iodine. Dalam beberapa proses tak langsung banyak agen pengoksid yang kuat dapat dianalisis dengan menambahkan kalium iodida berlebih dan mentitrasi iodin yang dibebaskan. Karena banyak agen pengoksid yang membutuhkan larutan asam untuk bereaksi dengan iodin, Natrium tiosulfat biasanya digunakan sebagai titrannya.


BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM


3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
a.       Mortar
b.      Alu
c.       Spatula
d.      Labu Takar 100 ml
e.       Erlenmeyer 250 ml
f.       Buret 50 ml
g.      Alat sentrifuge
h.      Tabung sentrifuge
i.        Magnetic stirer
j.        Neraca OHAUS
k.      Pipet volume
l.        Beaker glass 250ml
m.    Corong
n.      Bulb pipet
o.      Penangan
p.      Pisau
q.      Gelas ukur
r.        Pipet tetes

3.1.2 Bahan
a.       Tomat
b.      Jeruk
c.       Marimas
d.      Jambu Biji Merah
e.       Larutan Iodium 0,01 N
f.       Larutan amilum 1%
g.      Kertas Filter
h.      Aquades
i.        Tissue
3.2 Prosedur Analisa
Persiapan bahan sangat berperan penting dalam proses analisa, bahan digunakn sebagai sampel. Bahan yang digunakan yaitu jeruk buah. Langkah pertama yang dilakukan dalam analisa kadar vitamin C menyiapkan bahan lalu timbang bahan tersebut untuk mengetahui berat awal bahan tersebut. Kemudian, dihancurkan atau ditumbuk untuk memperkecil ukuran dan memperluas permukaan bahan sehingga mempermudah proses ekstraksi bahan. Setelah bahan  akan di peroleh slury di timbang sebanyak 20 gram sebagai sampel. Kemudian, ditambahkan aquades sebanyak 50 ml untuk melarutkan vitamin lalu distirer yang berguna untuk menghomogenkan larutan. Setelah itu diambil 35 ml dari sampel sebanyak 2 kali, dimasukkan dalam tabung sentrifuse untuk sentrifugasi selama 10 menit, tujuannya untuk memisahkan larutan dengan endapan berdasarkan berat jenisnya.Setelah disentrifus selama 10 menit, larutan disaring dengan kertas saring untuk memisahkan filter dan filtrate. Lalu,  dimasukkan dalam labu ukur dan ditera sampai 100 ml seagai pengenceran, kemudian dinmasukkan ke dalam beaker glass masing – masing 25 ml. Selanjutnya, ditambahkan amilium sebanyak 2 ml sebagai indokator titik akhir titrasi dan dititrasi dengan iodin dan analisa hasilnya. Indicator titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna biru yang merupakan reaksi antara amilum dengan larutan iodin.






BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel Perhitungan Kadar Vitamin C


4.2 Pembahasan
4.2.1 Data Perhitungan Vitamin C
 Percobaan penetapan kadar vitamin C pada praktikum kali ini dengan menggunakan sampel minuman yang mengandung vitamin C yaitu jeruk yang diperas airnya. Fungsi larutan standart yodium ialah pereaksi untuk memperlihatkan jumlah vitamin C yang terdapat dalam sampel menjadi senyawa dehidro askorbat sehingga akan berwarna biru tua karena pereaksi yang berlebih. Fungsi amylum ialah untuk meningkatkan kecepatan percobaan (sebagai indikator). Reaksi ini disebut reaksi IODIMETRI karena terjadi perubahan dari tidak berwarna (bening) menjadi berwarna biru tua.
            Proses pengujian untuk sample jeruk dilakukan hanya dengan 1 kali pengenceran yaitu 100 mL, dan dilakukan 4 kali pengujian sehingga saat praktikum dilakukan 4 kali titrasi. Hal tersebut dilakukan karena pada pengujian pertama/titrasi pertama dengan pengenceran 100 mL tersebut, volume titran yang diperoleh kurang memuaskan karena tetesan dari buret tidak lancar dan dalam mengaduk erlenmeyer juga tidak konsisten. Untuk sample dengan pengenceran 100 mL berat sample yang berhasil ditimbang adalah 20,001 g, sample ditimbang dalam gelas kimia dengan menggunakan neraca ohaus dan diencerkan dengan menggunakan aquadest sampai tanda batas.
            Setelah sample ditimbang dan diencerkan, selanjutnya sample dipipet sebanyak 10 mL dan dimasukan dalam erlenmeyer, kemudian ditmabahkan amilum 1% sebagai indikator, setelah itu dititrasi dengan menggunakan I2 0,01 N. Proses titrasi dilakukan sampai larutan dalam erlenmeyer berubah warna menjadi biru, warna biru yang dihasilkan merupakan iod-amilum yang menandakan bahwa proses titrasi telah mencapai titik akhir, indikator yang dipergunakan dalam analisa vitamin C dengan metode iodimetri adalah larutan amilum.
            Berdasarkan hasil yang diperoleh dari percobaan ini, setelah dilakukan sebanyak 4X, ml titran yang digunakan mempunyai rata-rata 23,97 ml. Kadar vitamin  C setelah perhitungan diperoleh hasil berturut-turut 30,79, 16,71, 15,83, 32,55 mg/100 gr sampel. Dari data tersebut dpat diketahui bahwa semakin kecil volume titrasi maka semakin kecil kadar vitamin C pada bahan tersebut. Sedangkan, kadar vitamin c tertinggi diperoleh pada ulangan ke-4 yaitu sebesar 32,55 mg/100 gr sampel hal ini dikarenakan memilki volume titrsi yang paling besar. Dari data tersebut kemudian di hitung rata-rata, SD dan RSD di dapatkan hasil perhitungan berturut-turut23,97, 8,92, dan 37,2 %.
Vitamin C memiliki sifat yang mudah rusak dan mudah larut dalam air, sehingga mudah teroksidasi. Pada saat titrasi, warna yang diperoleh adalah pada saat 15 detik pertama. Sehingga jika lebih hasil yang diperoleh juga akan berbeda yang dapat mempengaruhi hasil yang sesungguhnya. Hal tersebut di atas juga dapat disebabkan oleh jenis sample (jeruk) yang digunakan mungkin saja berbeda baik dari segi jenis, varietas, tingkat keasaman, dan hal-hal lainnya yang menyebabkan ketidaksamaan data yang didapat.
             Kadar dari vitamin C, dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu Keadaan buah tersebut, semakin layu/kusut atau tidak segarnya vitamin menyebabkan kadar vitamin C yang terkandung dalam buah tersebut berkurang. Waktu dalam mengekstrasi juga mempengaruhi kadar vitamin C, semakin lama waktu mengekstrasi kandungan vitamin C akan semakin berkurang.
4.2.2 Grafik Hasil Pengamatan
Dilihat dari diagram analisa kadar vitamin C diatas, kadar vitamin C tertinggi terdapat pada jeruk. Hal ini mungkin disebabkan jeruk yag digunakan masih dalam keadaan yang masih baik dan belum terlalu tua. Karena apabila jeruk terlalu tua maka kadar vitamin C-nya akan menurun dan sebaliknya. Jika jeruk masih muda atau belum terlalu tua maka kadar vitamin C-nya lebih banyak. Pada tomat berada pada posisi dua. Hal ini mungkin disebabkan tomat yang digunakan masih muda sehingga. Karena apabila tomat masih muda kadar vitamin C-nya rendah dan sebaliknya. Jika tomat sudah matang sempurna maka kadar vitamin C-nya lebih banyak. Sedangkan pada marimas kadar vitamin C-nya paling rendah. Karena pada marimas tidak terdapat vitamin C yang alami melainkan perisa. Jika dibandingkan dengan litertur kadar vitamin C pada tomat 0,04 %, jeruk 0,049 %, dan marimas tidak terdapat vitamin C yang alami melainkan perisa. Hal ini menunjukkan perbedaan antara kadar vitamin C pada literatur dengan hasil analisa. Penyebab perbedaan tersebut dikarenakan bahan yang digunakan tidak sama dengan bahan yang digunakan pada pengujian litertur. Selain itu, pada literatur bahan yang digunakan dalam 100 gram bahan sedangkan pada analisa hanya 20 gram. Hal yang juga dapat menyebabkan perbedaan adalah perlakuan saat analisa, seperti penyaringan, pada saat sentrifugasi, penambahan amilum maupun iodin yang kurang benar. Hal yang dapat menunjukkan bahwa perlakuan analisa kurang baik adalah dari hasil SD yang menunjukkan SD lebih dari 5 sehingga keakuratannya diragukan.


BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
       Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa :
a.       Vitamin C adalah vitamin yang tergolong vitamin yang larut dalam air
b.      Asam askorbat (vitamin C) adalah turunan heksosa dan diklasifikasikan sebagai karbohidrat yang erat kaitannya dengan monosakarida
c.       Vitamin C memegang peranan penting dalam mencegah terjadinya aterosklerosis.
d.      Kandungan gizi dalam 100 gram buah jambu biji merah adalah 36-50 kalori, 77-86 g air, 2,8-5,5 g serat, 0,9-1,0 g protein, 0,1-0,5 g lemak, 0,43-0,7 g abu, 9,5-10 g karbohidrat, 9,1-17 mg kalsium, 17,8-30 mg fosfor, 0,3-0,7 mg besi, 200-400 IU vitamin A, 200-400 mg vitamin C, 0,046 mg vitamin B1, 0,03-0,04 mg vitamin B2, 0,6-1,068 mg vitamin B3 dan 82% bagian yang dimakan
e.       Jeruk mengandung kadar vitamin C sebesar 49 mg dalam 100 gram sari buah jeruk
f.       Tomat mengandung kadar vitamin C sebesar40 mg vitamin C dalam 100 gram sari buah jeruk
g.      Metode titrasi iodometri langsung (iodimetri) mengacu kepada titrasi dengan suatu larutan iod standar
5.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

Akhilender. 2003. Dasar-Dasar Biokimia I. Erlangga, Jakarta.
Almatsier S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Badan Litbang Pertanian. 2005. Prospek dan arah Pengembangan Agribisnis Jeruk. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. 39 h.
Cahyono, Bambang.  2010. SuksesBudi Daya Jambu Biji di Pekarangan dan Perkebunan. Yogyakarta: Lily Publisher.
Canene-Adams K., Clinton, S.K., King, J. L., Lindshield, B. L., Wharton C., Jeffery, E. & Erdman, J. W. Jr. 2004. The growth of the Dunning R-3327-H transplantable prostate adenocarcinoma in rats fed diets containing tomato, broccoli, lycopene, or receiving finasteride treatment. FASEB J. 18: A886 (591.4).
Day, R.A. dan A.L. Underwood. 1981. Analisa Kimia Kuantitatif, Edisi Keempat. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Depkes RI. (1989). Materia Medika Indonesia. Jilid V. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat Dan Makanan. Halaman 194-197, 513-520, 536, 539-540,549-552.
Guyton, A . C . 2007. Biokimia untuk Pertanian. USU-Press, Medan
Jung, H.C. and Wells, W.W. 1997. Spontaneous Conversion of L-Dehydroascorbic Acid to L-Ascorbic Acid and L-Erythroascorbic Acid. Biochemistry & Biophysic Article. 355:9-14.
Khomsan, Ali. 2010. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada
Pauling, L. 1971. General Chemistry ed isi4. Gaya Baru, Jakarta.
Sandra Goodman., (1991). Vitamin C : The Master Nutrient. Dalam : Muhilal dan Komari., (1995). Ester-C. Vitamin C Generasi III. Cetakan ketiga. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, Halaman 96-97
Sastrohamidjojo, Hardjono. 2005. Kimia Dasar. Yogyakarta: UGM Press
Satuhu, S.,. 1994. Penanganan dan Pengolahan Buah. Jakarta: Penebar Swadaya
Sherwood, L . 2001. Biochemistry for Dental Students. CBS Publishers and Distributor,    New Delhi.
Spiege l-Roy P and Goldschmidt EE. 1996. Biology Of Citrus. Cambridge University Press. 221 p
Sunita Sudarmadji, A. M. dan Lana Sularto, 2007. “Pengaruh Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, Leverage, dan Tipe Kepemilikan Perusahaan Terhadap Luas Voluntary Disclosure Laporan keuangan Tahunan”, Jurnal PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitek & Sipil), Volume 2, Universitas Gunadarma, Jakarta
Tonucci, L., M.J. Holden, G.R. Beecher, F. Khacik, C.S. Davis, and G Mulokozi (1995), ”carotenoid content of thermally processed tomato based food product”, J. Agric, Food Chem., (43):579-586.
Tri Dewanti Ir.W., M.Kes, dkk. 2010. Aneka Produk Olahan Tomat Dan Cabe. Malang: Universitas Brawijaya.
thumbnail
Judul: Laporan Analisa Vitamin C
Rating: 100% based on 99998 ratings. 5 user reviews.
Ditulis Oleh

Artikel Terkait Laporan Analisa :

0 komentar :

Posting Komentar

 
Template Seo Elite oleh Bamz